Senin, 06 Januari 2014

Beda Tempat, Beda Istilah tapi "satujuan"

Berbeda tempat berdiri selalu melahirkan istilah yang berbeda walau pada substansi kegiatannya sama. Perpustakaan dan Taman Bacaan Masyarakat contohnya. Satu lembaga ada di lahan(jalur) formal dan yang satunya ada di lahan non formal seperti TBM, rumah baca, sudut baca dll. Bahkan dijalurnya sendiri mereka memiliki jenisnya masing masing seperti yang tercantum dalam UU Perpustakaan No 43 tahun 2007, ada tiga jenis perpustakaan saat ini yaitu perpustakaan nasional, perpustakaan umum dan perpustakaan khusus. Demikian juga dengan TBM, sebagimana tercantum dalam juknis pengajuan proposal TBM Penguatan yang dikeluarkan oleh KEMENDIKBUD Direktorat PAUDNI, bahwa dari sisi pendanaan ada tiga jenis yang berkembang yaitu TBM Mandiri dengan pembiayaan dan akte yang berdiri sendiri, TBM Lembaga dengan pembiayaan dan akte berada dibawah lembaga, serta TBM Publik dengan pembiayaan awal pendirian dari pemerintah dikisaran 100 hingga 200 juta.
Dalam amatan saya, perbedaan istilah dan pendanaan yang disebutkan diatas berimbas pada pelayanan yang diberikan setiap lembaga (TBM dan Perpustakaan). Ada lembaga yang melayani penggemarnya (pemustaka) sesuai dengan jam kerja dimana lembaga itu berada, dan ada lembaga yang melayani penggermarnya hingga 12 jam dalam sehari dan 7 hari dalam seminggu hampir tidak mengenal jam kerja.  Demikian juga dalam hal regulasi yang diterapkan, semua tergantung pada lembaganya masing masing.  Tentu ini sangat menarik.
Terlepas dari adanya beda layanan dan regulasi, substansi kegiatan yang dilakukan kedua lembaga tersebut sama persis bagai pinang tak berbelah (baca; dibelah dua). Kedua duanya bermaksud meningkatkan pengetahuan masyarakat melalui serangkaian informasi yang disediakannya. Melayani masyarakat berbagai kalangan melalui koleksi bacaan yang dimiliki. Mulai dari koran bekas, buku bekas hingga buku dan koran terbitan terbaru. Bahkan untuk beberapa lembaga, mampu menyediakan hidangan internetan gratiss, tentu bagi pemustaka yang menjadi anggota lembaga tersebut. Bahkan untuk lembaga perpustakaan mereka memiliki program ungulan dengan Mobil Pintarnya, yang menjemput pembaca dimana mereka berada. Kondisi ini mungkin tidak ditemukan ditempat lain tetapi dapat ditemukan pada beberapa lembaga yang ada di Kabupaten Bandung.
Yang menarik adalah sinergi yang terbangun diantara kedua lembaga tersebut. Saling mengisi dan bertukar kegiatan menjadi khasnya mereka. Tidak ada kecanggungan. Ketidakberdayaan pada satu lembaga dalam hal tertentu diisi oleh lembaga lainnya. Pelibatan seluruh stake holder dalam merancang kegiatan menjadi titik temu kerjasama. Tidak ada perbedaan dalam melayani masyarakat semua bahu membahu untuk peningkatan angka melek huruf masyarakat yang menjadi ukuran IPM suatu daerah. Semoga keadaan ini terus terbangun seiring dengan semakin sadarnya masyarakat bahwa meningkatkan kemampuan membaca adalah salah satu cara dalam meningkatkan kesejahteraan dan tarap hidup masyarakat. Salam literasi. 

Abdul Holik (Pengelola TBM Arjasari Kab. Bandung)